Monday, 28 March 2016

tugas 1: bahasa indonesia 2 (karya ilmiah dan karangan)

3. Bedakan karangan ilmiah apa saja, kemudian dari yang dibedakan berikan 1 contoh di harapkan hasil kreatifitas sendiri.

Istilah karya ilmiah dan nonilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaan tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apa pun namanya, kedua-keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. 
Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek. Pertama, karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau empiri. Kedua, karya ilmiah  bersifat metodis dan sistematis.Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses  pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi. Ketiga, dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli  bahasa dalam melakukan pengklasifikasian. Karya nonilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum. Karangan nonilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya  bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya nonformal dan  populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis. Karya nonilmiah bersifat (1) emotif: kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi, (2) persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan  pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative, (3) deskriptif: pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan (4) jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.

contoh karangan:

Tiap kelompok masyarakat tempat kita hidup memang memiliki penilaiannnya sendiri-sendiri atas apa yang benar dan salah, apa yang baik dan buruk, apa yang etis dan asusila. Terlebih kita sebagai orang Indonesia, yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, golongan, dan kepercayaan, pasti menganut berbagai macam nilai dan norma yang berbeda-beda.
Meski begitu, bukan berarti etika dan norma boleh kita abaikan dalam kehidupan kita masing-masing. JUSTRU hidup dengan etika adalah pertanda bahwa kita merupakan makhluk beradab.
Tiap kelompok masyarakat tempat kita hidup memang memiliki penilaiannnya sendiri-sendiri atas apa yang benar dan salah, apa yang baik dan buruk, apa yang etis dan asusila. Terlebih kita sebagai orang Indonesia, yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, golongan, dan kepercayaan, pasti menganut berbagai macam nilai dan norma yang berbeda-beda.
Meski begitu, bukan berarti etika dan norma boleh kita abaikan dalam kehidupan kita masing-masing. JUSTRU hidup dengan etika adalah pertanda bahwa kita merupakan makhluk beradab.
1. Maaf, Tolong, dan Terima Kasih
tiga kata ajaib ini nampaknya mulai pudar dalam kehidupan sehari-hari.

 2.  banyaklah mendengar ketimbang bicara

Pernah tidak kamu mengikuti sebuah rapat atau forum, dan banyak orang di situ berebut untuk berbicara? Begitulah manusia, sering sekali berebut untuk bicara paling banyak, berebut untuk paling didengar, berebut untuk terlihat paling pintar, berebut agar gagasannya yang paling dipertimbangkan, dan terus sebagainya.
Apakah mereka tidak bisa mendengarkan? Bisa! Namun sayangnya, saat seseorang mendengarkan argumen lawan bicaranya, ia mendengar hanya untuk menjatuhkan argumen orang tersebut, mencari titik lemahnya, mencari  celah dari tiap kata-kata yang keluar dari lawan bicaranya untuk kemudian dikritisi, dipersalahkan, dan lain sebagainya.
Jarang sekali ada orang yang mendengar untuk memahami maksud dari si lawan bicaranya secara menyeluruh dan kontekstual.
Jika kamu ingin bicaramu didengar, maka mulailah menjadi pendengar yang baik. Mendengarlah untuk memahami, bukan menjatuhkan atau mencari kelemahan kata-kata lawan.
Pahami argumentasi dan pola pikir orang secara kontekstual. Pada dasarnya, semua orang mempunyai pikiran, cara pandang, dan argumentasi yang unik, yang selalu bersumber dari pengalaman hidup personalnya masing-masing. Sehingga, apapun yang ada di benak seseorang, apapun yang dikemukakan seseorang dalam kata-kata, sudah semestinya didengar, dipahami, dan dihargai secara kontekstual dan bijak.
banyak mendengar bukan berarti tidak bicara sama sekali. Justru karena kita sering mendengar, maka argumen yang kita katakan pastilah berasal dari masukkan  banyak pemikiran dan sudut pandang yang kita dengar.
Kita telah berhasil mengambil sebuah kesimpulan yang ditarik  dengan mempertimbangkan banyak analisis. Pratis, argumenmu lebih matang ketimbang banyak orang!
Boleh saja kamu lebih banyak diam mendengar dan jarang bicara, tapi semua orang tahu, sekalinya kamu bicara, kamulah yang kata-katanya paling bijak!
Coba tanya dirimu sendiri, dalam tiap forum, pasti orang yang paling dihormati adalah  yang paling minim bicara namun banyak mendengar. Itulah cara menjadi pendengar dan pembicara yang bijak! Bertelinga dua, bermulut satu!

TUGAS 1: BAHASA INDONESIA 2 (METODE ILMIAH)

2. Kaitan dengan materi metode ilmiah, carilah sikap ilmiah yang berhubungan dengan metode ilmiah! sajikan kembali dengan kasus dan analisis kasus tersebut.

Metode Ilmiah

Metode Ilmiah merupakan suatu proses keilmuan dalam memperoleh pengetahuan secara sistematatis berdasarkan bukti yang nyata guna memperoleh penyelesaian dari permasalahan yang sedang dihadapi.  Proses keilmuan dilakukan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisik.  Sistematis disini memiliki arti bahwa dalam usaha menemukan kebenaran dan menjabarkan pengetahuan yang diperoleh menggunakan langkah-langkah tertentu yang teratur dan terarah sehingga menjadi suatu keseluruhan yang terpadu.

Metode Ilmiah menggunakan langkah-langkah yang sistematis dan terkontrol.  Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu  :
      1.       Mengadakan penelitian lalu merumuskan masalah,
      2.       Mengumpulkan data- data atau keterangan yang ada,
      3.       Menyusun hipotesis atau hipotesa,
      4.       Menguji hipotesis atau hipotesa dengan melakukan percobaan atau penelitian,
      5.       Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan kesimpulan, dan
      6.       Menguji kesimpulan.

Tujuan dalam mempelajari metode ilmiah adalah salah satu bentuk harapan untuk masa depan.  Oleh karena itu, dalam penulisan ilmiah kita tidak diperbolehkan asal menulis atau mengindahkan kaidah-kaidah dalam penulisan ilmiah.  Dalam penulisan ilmiah, kita harus mempunyai metode agar tulisan dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca dikemudian hari.  Berikut beberapa tujuan dalam mempelajari metode ilmiah  :
      a.       Meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasikan dan menyajikan fakta secara sistematis,
      b.      Meningkatkan keterampilan dalam menulis berbagai karya tulis, dan
      c.       Meningkatkan pengetahuan tentang mekanismen penulisan karangan ilmiah.

Selain tujuan, terdapat pula manfaat yang diperoleh dari metode ilmiah.  Berikut manfaat dari metode ilmiah :
      1.       Untuk menghasilkan penemuan berguna,
      2.       Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
      3.       Untuk memecahkan suatu masalah dengan penalaran, dan
      4.       Untuk mengungkapkan kembali rahasia alam yang belum terungkap.

Kriteria Metode Ilmiah supaya dapat digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut  :
      a.       Berdasarkan fakta,
      b.      Bebas dari prasangka,
      c.       Menggunakan prinsip analisa, dan
      d.      Menggunakan hipotesa.

Metode itu sendiri dapat diambil dari berbagai cara, yaitu :
      1)      Prasangka, yaitu suatu anggapan benar yang kemungkinan benar atau kadang-kadang, malah tidak benar.

      2)      Intuisi, yaitu suatu pendapat seseorang yang diangkat dari perbendaharaan pengetahuannya terdahulu melalui proses yang tidak disadari.

      3)      Trial and error, yaitu metode coba-coba atau untung-untungan.

Sikap Ilmiah

Sikap Ilmiah adalah suatu sikap yang menerima pendapat orang lain dengan baik dan benar yang tidak mengenal putus asa serta dengan ketekunan juga keterbukaan.  Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang ilmuwan atau akademisi ketika menghadapi persoalan-persoalan ilmiah untuk dapat melalui proses penelitian yang baik dan hasil yang baik pula.  Sikap ilmiah ini perlu dibiasakan dalam berbagai forum ilmiah, misalnya dalam seminar, diskusi, loka karya, sara sehan, dan penulisan karya ilmiah.

Metode Ilmiah didasari oleh adanya sikap ilmiah.  Sikap-sikap ilmiah tersebut meliputi :
      1.       Obyektif terhadap fakta.
      2.       Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila belum cukup data yang mendukung kesimpulan itu.
      3.       Berhati terbuka artinya menerima pandangan atau gagasan orang lain.
      4.       Tidak mencampur adukkan fakta dengan pendapat.
      5.       Bersikap hati-hati.
      6.       Sikap ingin menyelidiki atau keingintahuan (couriosity) yang tinggi.
      7.       Sikap menghargai karya orang lain.
      8.       Sikap tekun.
      9.       Sikap berani mempertahankan kebenaran.
     10.   Sikap menjangkau ke depan.

Didalam melakukan penelitian atau pengamatan tidak terlepas dari kegiatan atau eksperimen.  Eksperimen sangat menarik, tetapi sekaligus membahayakan.  Untuk itu, kita perlu mempunyai sikap dalam melakukan pengamatan supaya dalam bereksperimen dapat berjalan dengan baik.

sumber:

 Novianti, Herlins. 2012. “Pengertian Sikap Ilmiah”. Dalam http://herlinsnovianti.blogspot.com/2012/11/sikap-ilmiah-pengertian.html .

      -          Karlina, Alita Linjzia., dkk. 2013. “Makalah Metode Ilmiah, Sikap Ilmiah dan Langkah-Langkah Operasional Metode Ilmiah”. Dalam  http://deskamudina.blogspot.com/2013/02/makalah-metode-ilmiah-sikap-ilmiah_12.html .

      -          Dzulfikar, Shofi. 2013. “Pengertian Metode Ilmiah, Tujuan Memperlajari Metode Penulisan Ilmiah, Sikap Ilmiah dan Langkah-Langkah Pelaksanaan PI”. Dalam  http://shofidzulfikar41.blogspot.com/2013/05/pengertian-metode-ilmiah-tujuan.html .

      -          Siska. 2012. “Pengertiang Sikap Ilmiah dan Metode Ilmiah”.  Dalam http://matakristal.com/pengertian-sikap-ilmiah-dan-metode-ilmiah/ .

      -          Stefy, Inda Wahyuni. 2013. “Sikap-Sikap Ilmiah”.  Dalam http://indayani010.blogspot.com/2013/03/sikap-sikap-ilmiah.html .


      -          Afritayuanita.  2011. “ Apa itu Metode Ilmiah??”. Dalam http://afritayuanita.wordpress.com/2011/02/24/apa-itu-metode-ilmiah/  .

Tugas 1: Bahasa Indonesia 2 (penalaran)

NAMA: SANDRA DEWI EFFENDI
KELAS: 3EA29
NPM: 18213227

SOAL

1. Bagaimana Proses berpikir ilmiah dikaitkan dengan penalaran, sajikan dengan kasus dan analisis kasus dan analisis kasus tersebut? kasusnya boleh apa saja yang ada dalam masyarakat.


1. Penalaran.

Penalaran (reasioning) adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta atau petunjuk menuju suatu kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses berpikir yang sistematik dalan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi, pengalaman, atau pendapat para ahli (otoritas).

Secara umum, ada dua jenis penalaran atau pengambilan kesimpulan, yakni penalaran induktif dan deduktif:

1. Penalaran Induktif dan Coraknya

Penalaran induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang khusus menuju sesuatu yang umum.
Penalaran Induktif dapat dilakukan dengan tiga cara:
a. Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah gejala atau peristiwa yang serupa untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala atau peristiwa itu. Generalisasi diturunka dari gejala-gejala khusus yang diperoleh melalui pengalaman, observasi, wawancara, atau studi dokumentasi. Sumbernya dapat berupa dokumen, statistik, kesaksian, pendapat ahli, peristiwa-peristiwa politik, sosial ekonomi atau hukum. Dari berbagai gejala atau peristiwa khusus itu, orang membentuk opini, sikap, penilaian, keyakinan atau perasaan tertentu.
Beberapa contoh penalaran induktif dengan cara generalisasi adalah sebagai berikut:
1) Berdasarkan pengalaman, seorang ibu dapat membedakan atau menyimpulkan arti tangisan bayinya, sebagai ungkapan rasa lapar atau haus, sakit atau tidak nyaman.
2) Berdasarkan pengamatannya, seorang ilmuwan menemukan bahwa kambing, sapi, onta, kerbau, kucing, harimau, gajah, rusa, kera adalah binatang menyusui. Hewan-hewan itu menghasilkan turunannya melalui kelahiran. Dari temuannya itu, ia membuat generalisasi bahwa semua binatang menyusui mereproduksi turunannya melalui kelahiran.

b. Analogi
Analogi adalah suatu proses yag bertolak dari peristiwa atau gejala khusus yang satu sama lain memiliki kesamaan untuk menarik sebuah kesimpulan. Karena titik tolak penalaran ini adalah kesamaan karakteristik di antara dua hal, maka kesimpulannya akan menyiratkan ”Apa yang berlaku pada satu hal, akan pula berlaku untuk hal lainya”. Dengan demikian, dasar kesimpula yang digunakan merupakan ciri pokok atau esensial dari dua hal yang dianalogikan.
Beberapa contoh penalaran induktif dengan cara analogi adalah sebagai berikut:
1) Dalam riset medis, para peneliti mengamati berbagai efek dari bermacam bahan melalui eksperimen binatang seperti tikus dan kera, yang dalam beberapa hal memiliki kesamaan karakter anatomis dengan manusia. Dari kajian itu, akan ditarik kesimpulan bahwa efek bahan-bahan uji coba yang ditemukan pada binatang juga akan terjadi pada manusia.
2) Dr. Maria C. Diamond, seorang profesor anatomi dari University of California tertarik untuk meneliti pengaruh pil kontrasepsi terhadap pertumbuha cerebral cortex wanita, sebuah bagian otak yang mengatur kecerdasan. Dia menginjeksi sejumlah tikus betina dengan sebuah hormon yang isinya serupa dengan pil. Hasilnya tikus-tikus itu memperlihatkan pertumbuhan yang sangat rendah dibandingkan dengan tikus-tikus yang tidak diberi hormon itu. Berdasarkan studi itu, Dr. Diamond menyimpulkan bahwa pil kontrasepsi dapat menghambat perkembangan otak penggunanya.
Dalam contoh penelitian tersebut, Dr. Diamond menganalogikan anatomi tikus dengan manusia. Jadi apa yang terjadi pada tikus, akan terjadi pula pada manusia.

c. Hubungan Kausal (Sebab Akibat)
Penalaran induktif dengan melalui hubungan kausal (sebab akibat) merupakan penalaran yang bertolak dari hukum kausalitas bahwa semua peristiwa yang terjadi di dunia ini terjadi dalam rangkaian sebab akibat. Tak ada suatu gejala atau kejadian pun yang muncul tanpa penyebab.
Cara berpikir seperti itu sebenarnya lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam dunia ilmu pengetahuan.
Contoh:
1) Ketika seorang ibu melihat awan tebal menggantung, dia segera memunguti pakaian yang sedang dijemurnya. Tindakannya itu terdorong oleh pengalamannya bahwa mendung tebal (sebab) adalah pertanda akan turun hujan (akibat).
2) Seorang petani menanam berbagai jenis pohon dipekarangannya, tanaman tersebut dia sirami, dia rawat dan dia beri pupuk. Anehnya, tanaman itu bukannya semakin segar, melainkan layu bahkan mati. Tanaman yang mati dia cabuti. Ia melihat ternyata akar-akarnya rusak da dipenuhi rayap. Berdasarkan temuannya itu, petani tersebut menyimpulkan bahwa biang keladi rusaknya tanaman (akibat) adalah rayap (sebab).

2. Penalaran Deduktif dan Coraknya
Penalaran deduksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori atau keyakinan) menuju hal-hal khusus. Berdasarkan sesuatu yang umum itu, ditariklah kesimpulan tentang hal-hal khusus yang merupakan bagian dari kasus atau peristiwa khusus itu.
Contoh :
Semua makhluk hidup akan mati
Manusia adalah makhluk hidup
Karena itu, semua manusi akan mati.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa proses penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap.
Pertama, generalisasi sebagai pangkal bertolak (pernyataan pertama merupakan generalisasi yang bersumber dari keyakina atau pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya.
Kedua, penerapan atau perincian generalisasi melalui kasus atau kejadian tertentu.
Ketiga, kesimpulan deduktif yang berlaku bagi kasus atau peristiwa khusus itu.
Penalaran deduktif dapat dilakukan dengan dua cara:

a. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi yang ketiga. Proposisi merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung didalamnya.
Dari pengertian di atas, silogisme terdiri atas tiga bagian yakni: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Yang dimaksud dengan premis adalah proposisi yang menjadi dasar bagi argumentasi. Premis mayor mengandung term mayor dari silogisme, merupakan geeralisasi atau proposisis yang dianggap bear bagi semua unsur atau anggota kelas tertentu. Premis minor mengandung term minor atau tengah dari silogisme, berisi proposisi yang mengidentifikasi atau menuntuk sebuah kasus atau peristiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu. Kesimpulan adalah proposisi yang menyatakan bahwa apa yang berlaku bagi seluruh kelas, akan berlaku pula bagi anggota-anggotanya.
Contoh:
Premis mayor : Semua cendekiawan adalah pemikir
Premis minor : Habibie adalah cendekiawan
Kesimpulan : Jadi, Habibie adalah pemikir.

b. Entinem
Entiem adalah suatu proses penalaran dengan menghilangkan bagian silogisme yang dianggap telah dipahami.
Contoh:
Berangkat dari bentuk silogisme secara lengkap:
Premis mayor : Semua renternir adalah penghisap darah dari orang yang
sedang kesusahan
Premis minor : Pak Sastro adalah renternir
Kesimpulan : Jadi, Pak Sastro adalah peghisap darah orang yag
kesusahan.
Kalau proses penalaran itu dirubah dalam bentuk entinem, maka bunyinya hanya menjadi ”Pak Sastro adalah renternir, yang menghisap darah orang yang sedang kesusahan.”B. Hubungan Menulis Karya Ilmiah dengan Penalaran
Karya tulis ilmiah adalah tulisan yang didasari oleh pengamatan, peninjauan atau penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Atas dasar itu, sebuah karya tulis ilmiah harus memenuhi tiga syarat:
1. Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah
2. Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah
3. Sosok tampilannya sesuai da telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan keilmuan.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa penalaran menjadi bagian penting dalam proses melahirkan sebuah karya ilmiah. Penalaran dimaksud adalah penalaran logis yang mengesampingkan unsur emosi, sentimen pribadi atau sentimen kelompok. Oleh karena itu, dalam menyusun karya ilmiah metode berpikir keilmuan yang menggabungkan cara berpikir/penalaran induktif dan deduktif, sama sekali tidak dapat ditinggalkan.
Metode berpikir keilmuan sendiri selalu ditandai dengan adanya:
1. Argumentasi teoritik yang benar, sahih dan relevan
2. Dukungan fakta empirik
3. Analisis kajia yang mempertautkan antara argumentasi teoritik dengan fakta empirik terhadap permasalahan yang dikaji.

C. Salah Nalar, Pengertian dan Macamnya
Salah nalar (reasioning atau logical fallacy) adalah kekeliruan dalam proses berpikir karena keliru menafsirkan atau menarik kesimpulan. Kekeliruan ini dapat terjadi karena faktor emosional, kecerobohan atau ketidaktahuan.

Contoh sederhana:
Seseorang mengatakan, ”Di sekolah, Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang terpenting. Tanpa menguasai Bahasa Indonesia seorang siswa tidak mungkin dapat memahami mata pelajaran lainnya dengan baik.”
Pernyataan tersebut tidaklah tepat. Bahwa Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran penting, memang benar. Tetapi kalau dikatakan terpenting, tampaknya perlu dipertanyakan.
Salah tafsir dapat terjadi karena kekeliruan induktif, deduktif, penafsiran relevansi dan peggunaan otoritas yang berlebihan.
Salah nalar dapat dibedakan atas 4 (empat) macam:
1. Generalisasi yang terlalu luas
Salah nalar ini terjadi karena kurangnya data yang dijadikan dasar generalisasi, sikap menggampangkan, malas mengumpulkan dan menguji data secara memadai, atau ingin segera meyakinkan orang lain dengan bahan yag terbatas. Paling tidak ada dua kesalahan generalisasi yang muncul:
a. Generalisasi sepintas (Hasty or sweeping generalization)
Kesalahan terjadi karena penulis membuat generalisasi berdasarkan data atau evidensi yang sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang jenius akan sukses dalam belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah benar, karena kejeniusan atau tingkat intelegensi yang tinggi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan belajar anak. Karena masih banyak faktor penentu lain yang teribat seperti: motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan lingkungan belajar, dan sebagainya.
b. Generalisasi apriori
Salah nalar ini terjadi ketika seorang penulis melakukan generalisasi atas gejala atau peristiwa yang belum diuji kebenaran atau kesalahannya. Kesalahan corak penalaran ini sering ditimbulkan oleh prasangka. Karena suatu anggota dari suatu suatu kelompok, keluarga, ras atau suku, agama, negara, organisasi, dan pekerjaan atau profesi, melakukan satu atau beberapa kesalahan, maka semua anggota kelompok itu disimpulkan sama.

Contoh: Semua pejabat pemerintah korup; Para remaja sekarang rusak moralnya; Zaman sekarang, tidak ada orang berbuat tanpa pamrih; dan sebagainya.
2. Kerancuan analogi
Kerancuan analogi disebabkan karena penggunaan analogi yang tidak tepat. Dua hal yang diperbandingkan tidak memiliki kesamaan esensial (pokok).
Contoh:
”Negara adalah kapal yang berlayar menuju tanah harapan. Jika nahkoda setiap kali harus meminta anak buahnya dalam menentukan arah berlayar, maka kapal itu tidak akan kunjung sampai. Karena itu demokrasi pemerintahan tidak diperlukan, karena menghambat.”
3. Kekeliruan kasualitas (sebab akibat)
Kekeliruan kasualitas terjadi karena kekeliruan menentukan sebab.
Contoh:
a. Saya tidak bisa berenang, karena tidak ada satupun keluarga saya yang dapat berenang.
b. Saya tidak dapat mengerjakan ujian karena lupa tidak sarapan
4. Kesalahan relevansi
Kesalahan relevansi akan terjadi apabila bukti yang diajukan tidak berhubungan atau tidak menunjang sebuah kesimpulan. Corak kesalahan ini dapat dirinci menjadi 3 (tiga) macam:
a. Pengabaian persoalan (ignoring the question)
Contoh:
Korupsi di Indonesia tidak bisa diberantas, karena pemerintah tidak memiliki undang-undang khusus tentang hal itu.
b. Penyembunyian persoalan (biding the question)
Contoh:
Tidak ada jalan lain untuk memberantas korupsi kecuali pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri.

c. Kurang memahami persoalan
Salah nalar ini terjadi karena penulis mengemukakan pendapat tanpa memahami persoalan yang dihadapi dengan baik. Sehingga pendapat yang disampaikan tidak mengena atau berputar-putar dan tidak menjawab secara benar atau persoalan yang terjadi.
5. Penyandaran terhadap prestise seseorang
Salah nalar disini terjadi karena penulis menyandarkan pada pendapat seseorang yang hanya karena orang tersebut terkenal atau sebagai tokoh masyarakat namun bukan ahlinya.
Agar tidak terjadi salah nalar karena faktor penyebab ini, maka perlu di patuhi rambu-rambu sebagai berikut:
a. Orang itu diakui keahliannya oleh orang lain
b. Pernyataan yang dibuat berkenaan dengan keahliannya, dan relevan dengan persoalan yang dibahas.
c. Hasil pemikirannya dapat diuji kebenarannya

Hal tersebut mengindikasikan kita sebagai penulis tidak boleh asal mengutip semata-mata karena orang tersebut merupakan orang terpandang, terkenal atau kaya raya dan baik status sosial ekonominya.

sumber: http://mardiya.wordpress.com/2010/11/29/penalaran-dalam-penulisan-karya-ilmiah-oleh-mardiya/
http://azqiyaazumi.blogspot.com/2012/03/penalaran-dalam-penulisan-karya-ilmiah.html